Salah satu warisan leluhur kita adalah candi Borobudur, candi yang memiliki konstruksi yang luar biasa. Konstruksi awal dari Candi Borobudur merupakan tumpukan batu yang
diletakkan di atas gundukan tanah sebagai intinya, sehingga bukan
merupakan tumpukan batuan yang masif. Inti tanah juga sengaja dibuat
berundak-undak dan bagian atasnya diratakan untuk meletakkan batuan
candi. Inti tanah yang merupakan pondasi candi, merupakan tanah asli
bukit dan tanah urugan sebagian pada pembentukan pola berundaknya.
Konstruksi Dasar Candi
Material
pembentuk candi, media relief, dan arca candi menggunakan batuan yang
diambil dari sungai-sungai diseputar lingkungan candi. Setiap batu
disambung tanpa menggunakan semen atau perekat. Batu-batu ini hanya
disambung berdasarkan pola dan ditumpuk. Para pendahulu kita telah
merancang pola tumpukan batu sedemikian rupa dengan teknik penguncian.
Batu-batu dibentuk agar dapat terkunci satu sama lain. Disinilah
keunggulan dari konstruksi awal candi yang membuatnya tetap bertahan
ribuan tahun.
Tumpukan batu sebagai volume
material utamanya adalah batuan andesit berporositas tinggi dengan berat
jenis 1,6-2,0 t/m3, kadar porinya sekitar 32%-46% atau berporositas
tinggi, antar lubang pori satu sama lain tidak berhubungan, dan kuat
tekannya tergolong rendah jika dibandingkan dengan kuat tekan batuan
sejenis (kuat tekan minimum sebesar 111 kg/cm2 dan kuat tekan maksimum
sebesar 281 kg/cm2 atau jika dirata-ratakan sekitar 196 kg/cm2). Ukuran
batuan berkisar 25 x 10 x 15 cm dan berat per potongan batu hanya
sekitar 7,5 – 10 kg.
Dengan demikian material
batuan pembentuk candi Borobudur sangatlah ringan. Sehingga jumlah batu
yang diperkirakan terdapat 55.000 m3 batu pembentuk candi atau sekitar 2
juta batuan ini akan mudah diangkut dan dipasangkan tanpa harus
menggunakan teknologi yang modern atau diperkirakan menggunakan metode
mekanik sederhana. Batuan yang ringan juga berarti secara keseluruhan
berat candi juga akan ringan. Ringannya konstruksi candi sangat membantu
dalam mengatasi risiko kegagalan konstruksi candi terutama dalam hal
geser tanah pendukung.
Porositas tinggi dari
batuan yang digunakan sebagai material pembentuk candi adalah untuk
memudahkan dalam membentuk ukuran batu, membuat batuan yang berfungsi
sebagai pengunci antar batuan, membuat relief yang jumlahnya sangat
banyak, serta untuk memudahkan dalam membuat arca. Sedangkan kuat tekan
yang rendah dari batuan tersebut dimaksudkan juga untuk memudahkan
pelaksanaan dalam membuat potongan batu, pengunci, relief dan arca. Jadi
tingkat kekerasan dari batuan akan menjadi pertimbangan. Dengan kuat
tekan batuan candi yang tergolong rendah berarti tingkat kekerasan
permukaan batuan pun cukup untuk dibentuk dengan alat kerja yang ada
pada saat itu.
Sementara itu, lubang pori yang
satu dengan yang lain yang tidak terhubung ini di maksudkan agar saat
membentuk batuan, relief, dan arca tidak mudah pecah atau patah.
Terhubungnya lubang pori tentu akan membentuk perlemahan pada batuan
yang apabila diberikan tekanan tertentu akan mudah pecah dan patah.
Struktur Candi Borobudur
Candi Borobudur
memiliki struktur dasar punden berundak, dengan enam pelataran
berbentuk bujur sangkar, tiga pelataran berbentuk bundar melingkar dan
sebuah stupa utama sebagai puncaknya. Selain itu tersebar di semua
pelatarannya beberapa stupa.
Struktur Borobudur bila dilihat dari atas membentuk struktur Mandala, yaitu lambang alam semesta dalam kosmologi Buddha.
Struktur
Borobudur tidak memakai semen sama sekali, melainkan sistem interlock
yaitu seperti balok-balok Lego yang bisa menempel tanpa lem.
sumber: trenkonstruksi.com
No comments:
Post a Comment